Setelah selama ratusan tahun warga kulit hitam dan berwarna mengalami perlakuan diskriminasi dari etnis minoritas kulit putih, akhirnya selama empat hari, 26-29 April 1994 hampir 20 juta rakyat Afrika Selatan mengadakan pemilu yang untuk pertama kalinya mengikutsertakan semua warga negara dari semua ras, memilih maupun dipilih. Rakyat kulit hitam dan berwarna secara antusias memberikan suaranya bahkan sampai berkemah disekitaran bilik suara.
Pemilu 1994 Afrika Selatan dipuji berhasil karena dijalankan secara fair dan transparan serta relative berlangsung aman. PartaI ANC sebagai partai kulit hitam berhasil memenangkan 62.7 % kursi sementara Partai Nasional, partai penjaga politik Aparteid meraih suara 20% setelah selama 5 kali pemilu berturut-turut menjadi pemenang. Pemilu ini berhasil menjadi sarana transisi dari sistem kekuasaan Aparteid ke sistem kekuasaan yg demokratis, secara damai.
Keberhasilan Pemilu 1994 Afrika Selatan tentunya tak lepas dari peran penting Nelson “Madiba” Mandela yg juga terpilih secara demokratis menjadi Presiden dalam Pemilu ini. Beliau memilih langkah rekonsiliasi dan mengadakan pemilu daripada mengikuti arus besar warga kulit hitam yang menginginkan aksi balas dendam kepada orang kulit putih atas praktek keji apartheid selama ini.
Setelah keluar dari penjara Aparteid tahun 1990 ada beberapa langkah penting Mandela yang membuat Pemilu 1994 ini sukses menjadi sarana transisi kekuasaan secara damai, yakni :
1. Mandela bersama dengan African National Congress (ANC, partai politik Mandela yg terlarang selama rezim Aparteid) memfasilitasi berdirinya CODESA (Convention for a Democratic South Africa) sebagai lembaga musyawarah dan dialog-dialog nasional maupun kultural dengan semua kekuatan politik kulit hitam dan bahkan dengan partai penguasa kulit putih National Party yg dipimpin oleh F.W. de klerk. Tujuannya adalah membangun konstitusi bersama untuk menciptakan sistem yg demokratis dan setara.
2. Mewujudkan kekuasaan yg terbuka dan representatif. Mandela berhasil memperjuangkan legalisasi kekuatan-kekuatan politik lokal yg selama ini dilarang oleh rezim Aparteid seperti ANC, Pan Africanist Congress (PAC) dan South African Communist Party (SACP). Dengan membuka kesempatan pada kekuatan-kekuatan politik ini untuk bersaing memperebutkan kekuasaan dan representasi, Pemilu 1994 berhasil mengatasi keluhan marginalisasi dan mendorong inklusi sosial. Hal ini membantu stabilnya situasi politik Afrika Selatan paska Pemilu 1994.
3. Menjauhkan kekerasan dan senjata dari bilik suara. Dibawah pengawasan internasional semua kekuatan-kekuatan politik Afrika Selatan sepakat untuk membekukan bahkan membubarkan kekuatan sayap militernya. uMkhonto we Sizwe (disingkat MK, sayap militer milik ANC) sepakat untuk membubarkan diri tahun 1993, sebelum pemilu dilakukan. Faksi-faksi lain juga sepakat untuk tidak mengerahkan kekerasan selama Pemilu berlangsung.
Singkat cerita, Pemilu 1994 Afrika Selatan sukses dilaksanakan dengan damai dan demokratis, sehingga membuat langkah Presdiden terpilih Nelson Mandela memiliki legitimasi yang kuat untuk melaksanakan agenda utamanya berikutnya yakni rekonsiliasi dan pemulihan ekonomi Afrika Selatan.
Pemilu 1955 Indonesia mendahului kisah sukses Pemilu 1994 Afrika Selatan. Pemilu 1955 akan dicatat abadi sebagai prestasi bangsa karena berhasil dilaksanakan secara damai dan demokratis ditengah-tengah situasi yang tidak stabil akibat jatuh bangunnya kabinet, pemberontakan DII/TII dan gangguan Belanda pada Irian Barat. Penduduk yg menggunakan hak pilihnya termasuk tinggi diangka 87.65 % mengingat keterbatasan saat itu dan berlangsung dengan damai. Pemilu 1955 juga diikuti oleh lebih dari 30 partai politik dan ratusan perkumpulan/ormas dari semua spektrum ideologi mulai dari nasionalis sekuler, religious, sosialis/komunis hingga organisasi berbasis etnis maupun kedaerahan, serta calon perseorangan.
Keberhasilan Pemilu 1955 dilaksanakan secara damai & demokratis tentunya tidak lepas dari dialektika kekuatan-kekuatan politik yg bertarung dalam suasana kritis namun demokratis untuk menyusun rancangan undang-undang pemilu sehingga lahirlah pelaksanaan pemilu yang baik. Ini tak lepas dari keinginan para Bapak Bangsa sebelum itu yang menginginkan terciptanya masyarakat yg demokratis melalui keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang berisa anjuran agar masyarakat membentuk partai-partai politik dalam rangka, seperti disebutkan di dalamnya, “memperkuat perdjuangan… mempertahankan kemerdekaan dan mendjamin keamanan masjarakat.”
Akibat adanya kebijakan Rera (Rekonstruksi & Rasionalisasi Tentara/Angkatan Perang) 20 Januari 1948 juga berpengaruh pada pelaksanaan Pemilu 1955. Perampingan postur tentara yg semula dimaksud untuk mengurangi beban keuangan negara ternyata juga berdampak pada penertiban lascar-laskar pejuang bersenjata yang punya ikatan organisasi dengan partai politik.
Peristiwa pengepungan Istana Negara oleh tentara 17 Oktober 1952 menjadi bukti betapa tarik-menarik antara kekuatan partai politik dengan tentara secara signifikan akan merusak alam demokrasi di Indonesia.
Belajar dari pelaksanaan berbagai pesta demokrasi diatas Pemilu dapat menjadi sarana penyelesaian konflik dengan berbagai cara, antara lain :
1. Inklusi dan Representasi.
Pemilu menawarkan kesempatan bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan atau dicabut haknya untuk berpartisipasi dalam proses politik dan membuat suara mereka didengar. Dengan mengizinkan beragam kelompok untuk bersaing memperebutkan kekuasaan dan representasi, pemilu dapat mengatasi keluhan dan mendorong inklusi sosial. Ketika faksi atau komunitas yang berbeda merasa memiliki andil dalam sistem politik, hal itu dapat membantu meredakan ketegangan dan mengurangi konflik.
2. Institusi Demokrasi dan Supremasi Hukum.
Pemilu merupakan bagian integral dari sistem demokrasi, yang menekankan supremasi hukum, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan akuntabilitas. Institusi demokrasi yang kuat, termasuk peradilan yang independen, media yang bebas, dan masyarakat sipil yang kuat, dapat membantu menyelesaikan konflik secara damai dan memastikan bahwa proses pemilu berlangsung adil dan transparan. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dapat memberikan kerangka kerja untuk mengelola konflik dan meningkatkan stabilitas.
3. Transisi Kekuasaan Secara Damai.
Pemilu menawarkan mekanisme damai untuk pengalihan kekuasaan dari satu pemerintahan atau pemimpin ke pemerintahan atau pemimpin lainnya. Dengan mengizinkan warga negara untuk memilih perwakilan dan pemimpin mereka melalui proses demokrasi serta menjauhkan senjata dan kekuatan militer dari proses pemilu, pemilihan memberikan cara tanpa kekerasan untuk membawa perubahan politik dan menyelesaikan konflik atas kepemimpinan.
4. Legitimasi dan Stabilitas
Pemilihan umum yang bebas dan adil berkontribusi pada legitimasi sistem politik. Ketika warga menganggap pemilu sebagai kredibel dan pemimpin terpilih sebagai perwakilan yang sah, hal itu dapat membantu menstabilkan masyarakat dan mengurangi konflik yang timbul dari anggapan pemerintahan yang tidak sah. Pemerintah yang sah dengan mandat rakyat lebih mungkin diterima oleh penduduk, yang dapat mengurangi ketegangan dan mendorong stabilitas.
5. Pembagian Kekuasaan dan Pembangunan Koalisi:
Pemilu dapat mendorong pengaturan pembagian kekuasaan dan pembangunan koalisi di antara partai atau faksi politik yang berbeda. Dalam situasi di mana konflik berakar kuat pada perbedaan etnis, agama, atau daerah, pemilu dapat menyediakan platform untuk bernegosiasi dan membentuk aliansi. Melalui pemerintah koalisi, berbagai kelompok dapat bekerja sama untuk mengatasi penyebab utama konflik dan menemukan solusi bersama.
Penting untuk diketahui, bahwa pemilu semata bukanlah semata-mata jurus pamungkas untuk penyelesaian konflik. Proses sebelum Pemilu dan sesudah Pemilu menjadi faktor pendukung berhasil atau tidaknya sebuah pemilu menjadi resolusi konflik. Pemilu harus disertai dengan upaya yang lebih luas untuk mengatasi akar penyebab konflik, mempromosikan keadilan sosial, dan dipastikan berlangsung secara fair & inklusif. Selain itu, pemilu perlu diselenggarakan dalam lingkungan yang memungkinkan partisipasi bebas, dengan pengamanan terhadap manipulasi dan intimidasi, untuk benar-benar berkontribusi pada penyelesaian konflik.
Dan ditengah-tengah polarisasi anak bangsa paska Pilkada DKI 2017 semoga pelaksanaan Pemilu 2024 berlangsung dengan damai dan demokratis.
Sei Rampah, Juni 2023
(Liston Robert Saragih, ST)
Alumni GMNI Medan