DELISERDANG | TVNYABURUH — Terkait Sidang Pengadilan di PN.Lubuk Pakam antara rakyat dalam hal ini Warga Komunitas Melayu Serdang Serumpun ya!ng juga turunan/keluarga Kesultana Deli dengan Pihak PTPN 2 yang ternyata di area sudah di kuasai ke 3 dalam hal ini Konglomerat Tionghoa dengan Badan Hukum PT. Ciputra.
Maka menurut Ketua Umum Laskar Janur Kuning Era 24 Sumatera Utara yang juga Pendiri Pondok Pesantren Tahfiz Qur’an Al Faiz menguraikan antaranya bahwa ada kerancuan Pihak PTPN 2 menggusur Anak Melayu dengan dasar Klaim HGU 111karena beberapa kali pertemuan musyawarah di luar Pengadilan dan dalam Sidang PN di Lubuk Pakam dan Sidang Lapangan pihak PTPN 2 Tidak Pernah menunjukkan Sertifikat HGU 111, Pihak PTPN 2 bersama – sama Satpol PP Deli Serdang menggusur paksa dan membangun Tembok pagar berdasarkan alas hak dan IMB dari mana.
Jika HGU 111 otentik sesuai pasal 1868 BW dan Peraturan Pelaksana PP 24 Tahun 1997 Tentang Pembuatan Sertifikat mengapa TIDAK DI SOSIALISASIKAN atau di tunjukkan di sidang PN, Lubuk Pakam dan Sidang Lapangan.
Jadi secara Yuridis bahwa Klaim HGU 111 adalah cacat administratif atau istilah awamnya ASPAL..Tidak sesuai letak dan tak berwenang Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberikan HGU seluas ratusan apalagi ribuan hektar.
Lalu secara Administratif pakai surat apa ngurus IMB ,mengapa tembok 5 meter bisa di bangun tanpa IMB..? Jika rakyat kecil pastilah sudah di gubrek gubrek , coba tanya Tuan Bupati Deli Serdang Azhari Tambunan dan Camat Labuhan Deli mengapa TUTUP MATA. Jika tidak ada aturan yang membatasi Pemilikan Penguasaan Tanah maka akan rame orang asing beli pulau.
Coba tanya Tuan Bupati Deli Serdang dan Tuan Gubernur Sumatera Utara ketentuan yang memberikan izin lokasi /izin peruntukan atau izin antah barantah sampai 700 hektar bahkan di publikasikan Kota Baru Deli Megapolitan 8000 Hektar.
Apa sudah tidak adalagi aturan yang mengatur setiap Pembangunan rumah mewah maka harus juga membangun perumahan menengah dan RSS ,apa itu tak di atur lagi.
Kesultanan Melayu bergabung dengan NKRI dengan menyerahkan Kedudukan Politik yakni Kekuasaan Kerajaan atas rakyat dan Kekuasaan atas Ekonomi rakyatnya yakni Wilayah/Tanah..Mengapa setelah bergabung dengan NKRI justeru tanah Eks Konsensi di berikan pada Tionghoa dan Tidak ada untuk Turunan Kesultanan serta Anak Melayu dan Serumpun?
Apa seperti itu jiwa dan instrumen Konstruksi Hukum Agraria.
UU Pokok Agraria, Permeneg Agraria tentag Hak Ulayat, UU Perbendaharaan Negara, PP Pengelolaan Milik Negara, PP HGU, PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta Keputusan Tim B Plus 2001 – 2003 sebenarnya memberikan ruang hukum dan hak bagi Komunitas Melayu , Fasum, Eks Karyawan dan rakyat namun setelah 20 tahun mengapa di begal?
Coba tanya Pada Tuan Gubernur Sumut dan Tuan Bupati Deli Serdang serta Tuan Presiden RI apa acuan hukum Kota Deli Megapolitan atau Kota Baru yang sudah rame kata elit 8000 hektar?
Berapa banyak bumiputera huniannya akan di begal atas misi Kota Baru itu?
Untuk siapa rumah mewah di Kota Baru itu?
Bagusnya jual rakyatnya dulu ubah KTP lalu baru jual tanahnya , jangan tanah hunian rakyat di jual lalu rakyatnya tunawisma dan tunakisma. Sebenarnya apa tujuan negara ini di dirikan dalam contract sosial mendirikan negara ini yang tertuang dalam agreemen, piagam ,convenan Alinea ke VI Pembukaan UUD 1945. Hanya karena mereka berani Bayar lalu bumiputera di singkirkan oleh Tuan Gubernur dan Bupati Deli Serdang Presiden Cq Meneg Agraria.
Monopoli Penguasaan Tanah dan Lapangan Kerja oleh Tionghoa dalam negri maupun Tionghoa RRC apa bukan tidak mungkin menjadi ancaman atas ekonomi bahkan Sishankamnas, Ya yang itu bolehlah kau tanyalah Pada Pangdam I BB Jika monopoli dan tidak ada batasan lagi maka tersingkirlah rakyat ,dan monopoli itu juga melumpuhkan usaha Asosiasi Perumahan Pemukiman.
Kata Fadli Kaukibi SH, CN selaku Ketum Laskar Janur Kuning Era 24 serta Pendiri Ponpes Tahfiz Qur’an di Percut Sei Tuan.
✏ Eddy Soesanto. Amd
Editor: A.jais