Berdiri pada Abad ke 18, Inilah 4 Fakta Sejarah Kesultanan Serdang.

Lambang kesultanan serdang.foto

SUMATERA UTARA | Sebelum berdirinya wilayah Deli Serdang, Sumatera Utara, terdapat sebuah kerajaan bernama Kesultanan Serdang. Kesultanan ini berdiri sekitar tahun 1723, dan kemudian berpisah dengan Deli akibat sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720.

Seperti halnya kerajaan-kerajaan lain, Kesultanan Serdang sendiri menjadi salah satu yang termakmur khususnya di wilayah Pantai Timur Sumatra. Hal ini disebabkan pada saat itu banyak sekali pembukaan lahan seperti tembakau, karet, hingga kelapa sawit.

Kesultanan Serdang ini berkaitan erat dengan Panglima Armada Kesultanan Aceh Darussalam yaitu Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan. Di bawah kepemimpinannya, Sri Paduka Gocah Pahlawan berhasil menaklukkan beberapa wilayah kekuasaan di sepanjang Pantai Barat dan Timur Sumatera. Akhirnya, Sri Paduka Gocah Pahlawan menjabat sebagai pemimpin kerajaan tersebut.

Berpisah Dengan Kerajaan Deli

Melansir dari artikel “Kesultanan Serdang dan Jejak Peninggalannya” (2021) karya Herviyunita dkk, dan dikutip dari Merdeka.com, di bawah kepemimpinan Sri Paduka Gocah Pahlawan, Kerajaan Deli mendapat dukungan dari berbagai kerajaan-kerajaan kecil yaitu Kerajaan Surbakti dan Kerajaan Sunggal. Dukungan ini memicu roda pemerintahan di Kesultanan Deli berjalan sangat lancar.

Pada tahun 1641 M, Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan meninggal dunia, otomatis seluruh kekuasaan turun ke anaknya yang bernama Tuanku Panglima Perunggit. Dalam masa pemerintahannya, Kesultanan Aceh Darussalam mulai melemah.

Setelah jabatan putranya sampai tahun 1700 M, kemudian terjadi beberapa konflik dan perpecahan di Kesultanan Deli. Pemicunya adalah adanya pengaruh Kerajaan Siak di wilayah Sumatra Timur, lalu adanya perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya.

Puncak konflik terjadi pada tahun 1723 M, di mana Tuanku Umar Johan Alamsyah yang merupakan anak dari Tuanku Panglima Paderap (memerintah setelah Panglima Perunggit) kalah di medan pertempuran ketika melawan saudaranya sendiri. Akibatnya, dirinya bersama ibundanya (Permaisuri) itu terpaksa mengungsi ke kampung Besar. Pada saat itulah, di Kampung Besar berdiri sebuah pemerintahan baru yang bernama Kesultanan Serdang.

Lambang kesultanan serdang.foto

Zaman Keemasan

Kerajaan yang berdiri di Kampung Besar ini mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sultan Thaf Sinar Baharshah (1817-1850). Pada masa ini rakyat Batak Hulu yang memeluk agama Islam. Hal ini dikarenakan pengaruh adat Melayu yang bersumber pada ajaran Islam begitu kental.

Dari sisi ekonomi dan sosial, Kesultanan Serdang dalam keadaan yang aman, makmur, dan kondisi perdagangan saat itu berjalan cukup maju. Seperti halnya dengan hubungan perdagangan antara Serdang dengan Pulau Pinang yang sangat ramai dalam komoditas lada dan hasil hutan.

Tak hanya itu, kemajuan kerajaan ini juga tidak lepas dari pemimpinnya yang sangat memajukan ilmu pengetahuan dan memiliki sifat toleran dan suka bermusyawarah.

Zaman Kemunduran

Kemunduran Kerajaan Serdang terjadi pada masa pemerintahan Basyaruddin Shariful Alamsyah (1819-1880).

Tanda-tanda kemunduran diawali dengan kedatangan penjajah Belanda, kemudian pihak Kesultanan Serdang meminta bantuan ke Kesultanan Aceh Darussalam yang sudah terbiasa berperang dengan penjajah Belanda.

Setelah itu, banyak sekali peristiwa peperangan baik itu dari dalam kerajaan maupun luar kerajaan. Hal ini semakin diperparah dengan persoalan perluasan wilayah kekuasaan.

Zaman Keruntuhan

Sultan Basyaruddin Syariful Alamsyah wafat pada 7 Muharram 1279 H atau tepatnya pada bulan Desember 1880 M. Kemudian, seharusnya pemerintahan diberikan kepada putranya bernama Sulaiman Syariful Alamsyah, namun saat itu usianya masih sangat muda. Akhirnya kekuasaan diberikan sementara ke pamannya yaitu Tengku Raja Muda Mustafa.

Momen keruntuhan Kesultanan Serdang ini terjadi akibat adanya peristiwa Revolusi Sosial pada 3 Maret 1946 di wilayah Sumatra Timur. Hal ini mengakibatkan kekacauan serta penangkapan raja-raja yang ada di tanah karo.

Beruntung Kesultanan Serdang tidak bernasib sama, karena berkat dukungan Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah terhadap kaum pergerakan perasaan anti Belanda, maka tidak ada aksi penangkapan ataupun pembunuhan.

#red