Gema Cita: Stop Kegiatan Reklamasi Dan Pembangunan Diatas Pulau G

JAKARTA | TVNYABURUH — Ketua Umum Gerakan Masyarakat Cinta Jakarta ( Gema Cita ), Hilman Firmansyah yang juga mantan Aktivis 98 mendesak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membatalkan pembangunan diatas pulau G yang langgar AMDAL dan menabrak aturan hukum.

Hilman menegaskan selama ini masyarakat sudah merasakan dampak reklamasi bagi mata pencahariannya. Mereka merasakan hasil
tangkapan berkurang, membutuhkan biaya yang lebih besar karena rute perjalanan yang lebih jauh karena harus
mengelilingi pulau reklamasi.

Kawasan reklamasi Pulau G masuk dalam zona ambang sebagaimana termaktub dalam Pasal 192 Peraturan Gubernur DKI Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Selain langgar AMDAL Dinas LH DKI Jakarta juga telah mengabaikan dan melanggar aturan.

Pertama, Aspek hukum karena bertentangan dengan
Pasal 11 Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 yaitu membahayakan lingkungan, membahayakan lalu lintas laut,
berada dekat dengan instalasi listrik Muara Karang.

Selain itu, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah nomor 5 Tahun
2010 Tentang Kenavigasian karena dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa bila ada pipa gas di bawah laut harus bebas
500 meter di kiri dan kanan sedangkan pipa gas jaraknya 25-40 meter dari Pulau G. Keadaan ini dapat meningkatkan suhu
bawah laut 20 dan menurunkan kapasitas mesin dan berdampak pada listrik yang dihasilkan turun.

Kedua, Aspek ekonomi
karena nelayan harus melaut lebih jauh dan berdampak pada bahan bakar yang dibutuhkan. Selain itu, kenaikan biaya
bahan bakar tidak diimbangi oleh kenaikan harga ikan hasil tangkapan sehingga nelayan merugi.

Ketiga, Aspek sosial
karena bau tidak sedap yang dihasilkan dari kontaminasi bahan kimia, air asin dan sinar matahari sehingga masyarakat
menjadi kurang nyaman.

Keempat, Aspek politik karena berdasarkan kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban
Maritim, potensi kerugian ekonomi dan sosial reklamasi Pantai Utara Jakarta sebesar 661,31 Triliun diakibatkan oleh
kerusakan sumber daya alam dan semakin meluasnya kemiskinan.

Selama ini dampak pemberhentian reklamasi Pulau G sangat dirasakan masyarakat pantai utara Jakarta.

Pertama, meningkatkan perekonomian nelayan
karena hasil tangkapan nelayan baik bagi nelayan tradisional di sekitar Pulau G maupun Tempat Pelelangan Ikan meningkat sehingga
nelayan secara ekonomi membaik.

Kedua, alur melaut tidak terganggu oleh aktivitas
reklamasi dan mengakibatkan air tidak keruh.

Ketiga, memberikan lapangan pekerjaan
karena banyaknya hasil tangkapan di Pantai Utara Jakarta.

Kawasan perairan pantai yang direklamasi merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan tradisional, yaitu nelayan
yang melakukan operasional penangkapan harian dengan menggunakan kapal berukuran kecil (<5 GT). Nelayan tradisional
sangat bergantung pada sumber daya ikan di daerah pesisir karena keterbatasan alat dan armada.

Di Teluk Jakarta
beroperasi 9.638 unit alat tangkap pasif yang tersebar di sepanjang pantai seperti sero, bagan kerang, bagan tancap dan
bagan apung.

Selain alat tangkap pasif juga beroperasi alat tangkap aktif seperti jaring rampus/jaring insang, jaring
rajungan, jaring arad, bondet, dogol/cantrang dan bagan perahu. Besarnya jumlah unit alat tangkap menunjukkan tingginya
aktivitas perikanan tangkap di Teluk Jakarta.

Pulau yang dibangun oleh PT Agung Podomoro Land melalui PT Kencana Unggul Sukses, pemilik anak perusahaan PT
Muara Wisesa Samudra ini sempat maju mundur pembangunannya karena masalah perijinan dan masalah korupsi.

Akhirnya tetap dilanjutkan dengan banyak pertimbangan dan proses peradilan yang cukup panjang.

Berdasarkan Penelitian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui lembaga penelitian dan pengembangan, telah melakukan analisis melalui
pemotretan menggunakan citra optic, sistem radar dan juga satelit AIS.

Kebijakan reklamasi Pantai Utara DKI Jakarta memang menimbulkan banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan. Berbagai peneliti telah membuat kajian-kajian
terkait dengan kegiatan reklamasi, dari adanya Kecacatan hukum, Analisis kajian terkait dampak reklamasi yang
ditimbulkan sampai dengan pemanfaatan hasil reklamasi yang hanya menguntungkan pihak pengembang.

Reklamasi teluk Jakarta belum sepenuhnya selesai dilakukan namun telah menimbulkan beberapa persoalan
bagi lingkungan dan masyarakat sekitar wilayah reklamasi Pulau G. Hal ini ditandai dengan tidak adanya rencana
zonasi yang mengakibatkan rute untuk menuju tengah laut pada saat nelayan mencari ikan menjadi jauh karena harus memutar
diakibatkan adanya reklamasi.

Tentu saja ini mengakibatkan biaya melaut menjadi tinggi. Kemudian kapal nelayan juga banyak yang menabrak pulau reklamasi.
Akibat tabrakan kapal nelayan dengan pulau reklamasi tersebut kapal nelayan menjadi rusak dan tidak dapat digunakan
lagi untuk mencari ikan.

Hilman menilai tidak adanya proses pembuatan AMDAL yang melibatkan masyarakat nelayan sehingga limbah dari pembangunan reklamasi tidak
ditangani dengan baik, akibatnya air laut menjadi kotor dan merusak ekosistem laut sekitar wilayah reklamasi pulau
G.

Hal ini menunjukkan bahwa dinas lingkungan hidup yang bertanggung jawab dalam hal ini telah mengabaikan dan menabrak aturan AMDAL dan tidak adanya peran partisipasi masyarakat nelayan
dalam pembuatan AMDAL pembangunan reklamasi Teluk Jakarta. Tentu saja yang menerima dampak luas dari limbah reklamasi pulau G
adalah masyarakat sekitar.

Kebijakan pembangunan reklamasi pulau G masih berorientasi ekonomi yakni keuntungan para
pengembang tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan nasib masyarakat nelayan yang mata pencahariannya menangkap ikan
dilaut.

Selama pembangunan reklamasi teluk Jakarta dilakukan ikan yang diperoleh oleh para nelayan menjadi berkurang karena
tidak ada ikan di bibir pantai akibat pembangunan reklamasi.

Pada awalnya nelayan pada tanah reklamasi dapat
memperoleh ikan banyak, namun sekarang untuk mendapatkan ikan yang banyak nelayan harus jauh ke tengah lautan
karena dipinggir saat ini tidak memungkinkan lagi memperoleh ikan dalam jumlah yang banyak.

Peristiwa ini membuat
pemasukan mereka untuk menghidupi anak istrinya menjadi berkurang. Hal ini tentu saja menurunkan produktivitas kaum
perempuan karena sebagian besar istri-istri para nelayan bekerja membersihkan kerang dan ikan hasil
tangkapan suami mereka untuk dijual.

Kebijakan reklamasi teluk Jakarta masih merupakan suatu kebijakan yang mementingkan pemilik modal saja sehingga
pembangunannya cenderung bersifat patriarkhi dan belum berpihak kepada masyarakat sekitar yang bermatapencaharian
sebagai nelayan sehingga mengakibatkan rusaknya alam dan masa depan ekonomi nelayan dan masyarakat sekitar akibat
pembangunan reklamasi tersebut.

Hilman mendesak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengkaji ulang pembangunan diatas Pulau G mengingat pembangunan reklamasi belum memperhatikan lingkungan dan masyarakat pesisir utara Jakarta.

Hilman menegaskan dari sisi
AMDAL harus melibatkan partisipasi masyarakat sekitar serta zonasi belum diperhatikan dengan baik sehingga merugikan nelayan
yang berimbas kepada penurunan produktivitas masyarakat. Sebuah pembangunan idealnya harus mencerminkan
keberlanjutan bukan hanya untuk kepentingan ekonomi semata tetapi menjaga kelestarian lingkungan. tutup Hilman.

Laporan: HF