JAKARTA | Warunk Upnormal yang sempat ramai jadi tempat nongkrong anak muda beberapa tahun lalu diketahui menutup sejumlah gerainya. Penutupan di sejumlah kota dan pulau ini dilakukan sejak 2022.
Hal serupa juga dilakukan jaringan restoran Fish & Co. Sejak akhir tahun lalu, Fish & Co mengumumkan menutup seluruh gerainya.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan bisnis restoran tengah dalam situasi yang rumit. Alasannya peningkatan trafik restoran tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima.
Trafik yang meningkat juga berdampak pada biaya operasional. Namun kenaikan pendapatan yang tidak sejalan ini akan membuat usaha restoran gulung tikar dan menutup usahanya.
“Bahwa peningkatan traffic yang ada terjadi saat ini, juga diiringi dengan peningkatan biaya operasional. Masalah energinya (listrik dan air), (biaya) dari perizinan, belum lagi terkait masalah upah minimum juga kan meningkat semua itu. Nah itu dari sisi pendapatan belum bisa dikatakan (meningkat),” kata Maulana kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (17/2/2023).
Pemulihan kondisi pandemi juga nyatanya tidak berimbas pada pemulihan usaha. Di saat bersamaan dia menjelaskan para pengusaha harus melunasi kewajjban ke pihak bank saat mereka juga kesulitan.
“Semua pihak melihat kan traffic-nya meningkat, berarti sudah terjadi pemulihan padahal kejadian 2020-2021 dan sampai berkembang ke tahun 2022 terhadap kewajiban perbankan itu juga cukup besar. Banyak kewajiban di dalam situ (pendapatan) yang termasuk untuk kewajiban perbankan mereka yang mereka punya tanggungan di sana,” ujarnya.
Bukan hanya dua jaringan restoran itu, hal sama juga terjadi di sejumlah mall. Industri pusat berbelanja berdarah-darah karena efek domino pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkali menjelaskan mall sepi karena pandemi memukul keras bisnis ritel modern khususnya pusat perbelanjaan. Pandemi membuat penyewa keluar dari pusat perbelanjaan, apalagi jika tarif sewa tetap tinggi padahal pengunjung semakin sepi.
“Tarif tetap tinggi walaupun pengunjung semakin sepi, misalnya karena Covid-19,” kata Panangian.
Dia juga menjelaskan fenomena itu merupakan permasalahan yang kompleks dan sulit dibuktikan mana yang lebih dulu ada. “Seperti telor sama ayam. Memang itu biasa terjadi pada beberapa pusat perbelanjaan tertentu yang sudah lama beroperasi. Penyebabnya kompleks,” ujarnya.
Mal juga ditinggal pengunjung karena hadirnya pesaing baru dengan daya tarik yang lebih baik. Ini dari lokasi yang strategis dan tidak rawan macet.
Event yang diadakan di mal juga jadi penarik minat pengunjung. Mal kerap mengadakan acara termasuk dengan tawaran diskon hingga promo.
“Ada pesaing mal yang baru muncul, ada kemacetan yang parah di lokasi, acara-acaranya kurang mampu menarik pengunjung, pedagang mulai banyak yang keluar, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
“Jadi, solusinya lebih pada sikap pemilik pusat perbelanjaanya. Bagaimana caranya membuat mal itu kembali ramai dikunjungi oleh konsumen”.
#tim
Sumber: CNBC Indonesia