SHARE NOW

Buruh Salah Pilih Wakilnya

MEDAN | TVNYABURUH.COM – Oleh : Anto Bangun

Sekretaris PC.SPPK FSPMI Labuhanbatu.

 

Para Buruh tidak perlu kecewa, bersedih apalagi menangis sampai mengeluarkan air mata darah ketika suara dan aspirasinya tidak pernah didengarkan para wakil partai politik atau petugas partai yang sudah berganti sebutan sebagai anggota DPR, terimalah dengan ikhlas hasil dari sebuah tindakan kebodohan ” Salah memilih Wakil”

 

Pernyataan kontroversial Ibu Megawati Soekarno tentang kadernya yang menjabat sebagai presiden adalah seorang petugas partai, membuat banyak orang menjadi gerah.

 

Tetapi bila dianalisa dan ditelaah lebih dalam apa yang disebutkannya adalah sebuah fakta kejujuran dan kebenaran nyata, bahwa semua kader partai politik yang memiliki kedudukan sebagai Presiden, anggota DPRRI/DPRD, Menteri dan sebagainya adalah Petugas Partai.

 

Sebagai petugas partai, maka mereka wajib taat dan tunduk kepada semua aturan yang sudah ditetapkan oleh partai, mulai dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/Art),Peraturan Partai, keputusan Partai, dan keputusan ketua umum.

 

Pengakuan sebagai wakil rakyat diucapkan oleh para wakil partai politik atau petugas partai ini hanyalah disaat berlangsungnya kampanye politik setiap lima tahun sekali, tujuannya tidak lain adalah untuk mencari empati dan simpati dari rakyat pemilihnya guna dapat memenangkan pertarungan politik.

 

Sebagai wakil partai politik atau petugas partai maka semua mereka yang menduduki jabatan, wajib mengutamakan kepentingan partai politiknya, bagi yang coba – coba berani membangkang maka dapat dipastikan akan di reshuffle melalui penggantian antar waktu (PAW), dan hal ini tentunya tidak akan diinginkan oleh semua wakil partai politik yang sudah berganti nama menjadi Presiden, anggota DPR-RI/DPRD , Menteri dan sebagainya.

 

Wajar dan lumrah di dalam perjalanannya seperti anggota DPRRI/DPRD lebih mementingkan kepentingan Partai Politiknya, dan mengabaikan kepentingan pemilihnya dalam hal ini kaum Buruh.

 

Pengabaian kepentingan kaum Buruh ini dapat dilihat pada proses pembuatan dan pengesahan Undang-Undang No:11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, meski dilakukan penolakan oleh kaum Buruh dengan melakukan aksi dan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) para wakil partai politik ini sedikitpun tidak bergeming dan memilih tetap fokus pada tujuannya.

 

Hasil sidang MK melalui putusannya bernomor : 91/PUU-XIX/2021 tanggal 25 Nopember 2021, memutuskan bahwa, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dinyatakan inkonstitusional bersyarat, tetapi pemerintah pada tanggal 30 Desember 2022 melalui Peraturan Pengganti Undang- Undang, No:2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mensyahkannya menjadi undang- undang, kemudian pemerintah pada tanggal 31 Maret 2023 mengubahnya kembali menjadi Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang.

 

Dari sini sebenarnya para Buruh dinegeri ini dapat melihat sebuah fakta otentik bahwa selama ini sudah terjadi kekeliruan yang sangat fatal didalam memilih calon wakil partai politik untuk menjadi anggota DPRRI/DPRD pada setiap pesta demokrasi lima tahunan.

 

Bahwa anggota DPRRI/DPRD yang dipilihnya sesungguhnya bukan representasi dari kaum Buruh, tetapi lebih kepada reprentasi dari partai politiknya.

 

Kekeliruan atau kesalahan memilih wakil ini mungkin saja erat hubungannya kepada budaya money politic atau politik uang yang semakin masif dan sudah mendarah daging di masyarakat pada setiap kontestasi besar seperti, pemilu ,pilkada termasuk demokrasi akar rumput pemilihan kepala desa.

 

Kaum Buruh belum mengerti dan menyadari kalau money politic sebenarnya sebuah bentuk penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi dan ancaman nyata bagi generasi bangsa kedepannya.

 

Dari fakta tidak adanya kepedulian para anggota DPR ini kepada Buruh bahkan lebih jauh dapat disebut sebagai Dewan Penghianat Rakyat (Buruh) seharusnya mulai sekarang hingga seterusnya Buruh sudah bisa cerdas berfikir untuk tidak lagi menjadi korban pembodohan, pembohongan dan penipuan yang diduga dilakukan para wakil partai politik yang mengaku sebagai wakil rakyat.

 

Buruh yang keberadaannya sebagai salah satu pilar penentu pertumbuhan ekonomi di negara ini harus bisa menjadi penggerak untuk menumbuhkan demokrasi yang sehat, bersih, berintegritas dan bermartabat, melawan dan menolak semua pemberian dari para wakil partai politik yang mengaku sebagai wakil rakyat, sebab tidak ada pemberian sifatnya hanya cuma – cuma dan pasti ada pamrihnya.

 

Money Politic atau politik uang tanpa disadari oleh Buruh sebenarnya adalah cara intimidasi/pemaksaan paling halus yang dilakukan oleh wakil partai politik kepada pemilihnya, “There is no free lunch” tidak ada makan siang yang gratis, atau tidak ada pemberian yang sifatnya cuma- cuma,yang ada hanyalah subsidi silang.

 

Semoga pada kontestasi besar Pemilu Tahun 2024, Buruh yang nyata adalah seorang manusia dapat berfikir waras dan menggunakan akal sehatnya untuk memilih wakilnya yang benar-benar memiliki kapabilitas dan integritas sebagai pelindung, pembela dan pejuang Buruh, seseorang yang bukan berasal dari Buruh secara otomatis tidak akan pernah mengetahui dunianya Buruh dan sangat mustahil akan membela kepentingan kaum Buruh.

 

Para Buruh tidak perlu kecewa, bersedih apalagi menangis sampai mengeluarkan air mata darah ketika suara dan aspirasinya tidak pernah didengarkan para wakil partai politik atau petugas partai yang sudah berganti sebutan sebagai anggota DPR, terimalah dengan ikhlas hasil dari sebuah tindakan kebodohan ” Salah memilih Wakil”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

NEWSTICKER