JAKARTA | Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengambil langkah baru dengan mengganti istilah Ujian Nasional (UN) menjadi Tes Kompetensi Akademik.
Keputusan ini diambil guna mengurangi kesan traumatik yang selama ini melekat pada istilah ujian nasional, di mana siswa kerap merasa tertekan dengan konsekuensi lulus atau tidak lulus.
Staf Ahli Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga Kemendikdasmen, Biyanto, menjelaskan bahwa TKA akan mulai diterapkan pada November 2025 dan dikhususkan bagi siswa kelas 12 SMA, MA, dan SMK.
Ia menegaskan bahwa penggantian istilah ini diharapkan dapat menciptakan suasana yang lebih ramah dan kondusif bagi siswa dalam menghadapi penilaian akademik mereka.
Tujuan dari Tes Kompetensi Akademik adalah untuk mengukur sejauh mana pemahaman akademik siswa selama menempuh pendidikan di jenjang sekolah menengah atas.
Hasil dari tes ini nantinya juga direncanakan untuk diintegrasikan dengan sistem penerimaan perguruan tinggi.
Meski demikian, Biyanto menekankan bahwa penggunaan hasil TKA sebagai bagian dari seleksi masuk perguruan tinggi masih dalam tahap koordinasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek).
“Kami akan berkoordinasi dengan Kemendikti Saintek untuk memastikan bahwa hasil tes ini dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk perguruan tinggi,” jelasnya.
Namun, ia juga menegaskan bahwa implementasi TKA sebagai alat seleksi masuk perguruan tinggi tidak akan diterapkan pada tahun ini.
Kebijakan ini baru akan berlaku bagi siswa kelas 12 yang mengikuti tes pada bulan November mendatang.
Langkah Kemendikdasmen ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam merombak sistem evaluasi pendidikan nasional.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Mu’ti, telah mengumumkan bahwa format baru pelaksanaan ujian nasional akan mulai diberlakukan pada tahun 2025.
Prof. Mu’ti menegaskan bahwa istilah “ujian” akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah yang lebih bersahabat dan tidak menimbulkan tekanan psikologis bagi siswa.
Dengan perubahan ini, diharapkan siswa dapat menghadapi tes akademik dengan lebih tenang tanpa rasa takut berlebihan.
Perubahan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah serta memberikan evaluasi yang lebih komprehensif mengenai kompetensi siswa.
Meskipun demikian, beberapa kalangan masyarakat masih mempertanyakan efektivitas dari perubahan istilah ini.
Beberapa pihak berpendapat bahwa perubahan istilah saja tidak cukup untuk menghilangkan tekanan pada siswa, tetapi diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam sistem evaluasi pendidikan nasional.
Selain itu, adaptasi di kalangan guru dan siswa terhadap format baru ini juga menjadi tantangan tersendiri.
Sementara itu, siswa kelas 12 di berbagai daerah menyambut baik perubahan ini, dengan harapan bahwa pendekatan yang lebih ramah dapat membantu mereka dalam menghadapi tantangan akademik di masa depan.
Mereka berharap bahwa Tes Kompetensi Akademik ini tidak hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga mempertimbangkan perkembangan keterampilan dan potensi individu.
Secara keseluruhan, perubahan dari Ujian Nasional ke Tes Kompetensi Akademik mencerminkan upaya pemerintah dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan ramah terhadap peserta didik.
Dengan perencanaan yang matang dan sosialisasi yang efektif, langkah ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Editor: Ahmad Jais