Pailitnya Sritex dan Alasan Buruh di Bitratex Minta Di-PHK

 

SEMARANG | Empat perusahaan tekstil, yaitu PT Sritex Tbk, PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Pantja Djaya, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada 21 Oktober 2024.

Total tagihan utang yang didaftarkan ke kurator mencapai Rp 32,6 triliun.

Dalam situasi ini, seluruh buruh PT Bitratex sepakat untuk meminta kurator melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) agar mereka dapat memperoleh hak-hak pekerja secara utuh.

Tim kurator yang terdiri dari Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, dan Nur Hidayat, mengungkapkan alasan di balik permintaan PHK tersebut.

“Pekerja telah dirumahkan secara bergiliran sejak 2022. Kemudian, semua pekerja dirumahkan tanpa uang tunggu sejak September 2024, sebelum dinyatakan pailit,” ungkap Denny saat konferensi pers di All Stay Hotel Semarang, Senin (13/1/2025) malam.

Mereka menolak mekanisme going concern yang berupaya melanjutkan operasional perusahaan, yang dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang.

Mereka menolak mekanisme going concern yang berupaya melanjutkan operasional perusahaan, yang dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPW Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jawa Tengah sekaligus karyawan PT Bitratex Industries sejak 1992, Nanang Setiyono, menilai mekanisme going concern bukanlah solusi bagi pekerja. Ia menjelaskan, sebelum putusan pailit, para pekerja telah dirumahkan tanpa gaji atau uang tunggu.

“Kondisi Sritex jika diberikan kesempatan going concern, kami meyakini pekerja PT Bitratex tidak akan bisa dipekerjakan lagi. Sebelum dipailitkan, sejak 2022, sudah ada 50 persen dari jumlah karyawan yang di-PHK, dan dari sisa 50 persen, 60 persen juga dirumahkan. Terakhir, pada bulan Oktober, hanya 30 persen dari 1.166 karyawan yang masih bekerja,” katanya. Baca juga: Serikat

Nanang menegaskan bahwa keputusan untuk meminta PHK diambil setelah pertimbangan panjang, termasuk kondisi kesejahteraan buruh yang semakin memburuk sejak pabrik diakuisisi oleh PT Sritex. Ia juga menyoroti pentingnya kepastian hukum untuk mengeklaim asuransi dan mendaftar kerja di tempat baru. “Kedengarannya aneh karyawan kok minta PHK, ini bukan keputusan yang kami ambil secara sembarangan, tetapi dengan pertimbangan baik secara yuridis maupun sosilogis,” tegasnya. “Kami meyakini jika going concern dikabulkan oleh kurator, kami karyawan PT Bitratex tetap tidak akan bisa bekerja selayaknya seperti sebelum kami dipegang oleh PT Sritex,” imbuhnya.

Nanang mengungapkan, mulanya seluruh buruh dari sejumlah anak perusahaan Sritex itu bersama-sama memutuskan untuk menjadi kreditor dan menagih haknya kepada debitor atau pemilik perusahaan tersebut.

 

 

#Red