Negara Wajib Melindungi Kepemilikan Umum

 

TVNYABURUH.COM | Misteri pagar bambu sepanjang 30 km di Pantai Tangerang akhirnya terkuak. Pihak swastalah yang ternyata melakukan pemasangan pagar-pagar bambu tersebut. Bukan warga nelayan sebagaimana klaim sejumlah tokoh dan ormas.

Lebih mengejutkan lagi, ternyata kawasan tersebut sudah dikapling-kapling dan sudah memiliki HGB (Hak Guna Bangunan). Menurut Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, total ada 263 HGB milik dua perusahaan. Padahal ini merupakan pelanggaran terhadap putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 yang melarang pemanfaatan ruang untuk HGB di atas perairan.

Terungkap pula ternyata pemagaran dan pengkaplingan kawasan laut sudah terjadi di sejumlah kawasan di tanah air. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membeberkan, total ada 169 kasus. Membentang dari Batam hingga Surabaya. Bahkan di Sidoarjo, laut yang sudah dikapling-kapling mencapai 657 hektare.

*Negara Absen?*

Melihat kondisi ini wajar masyarakat mempertanyakan peran negara dalam menjaga kedaulatan wilayah dan melindungi kepentingan warganya. Mengapa pemasangan pagar laut dan pengkaplingan tersebut bisa terjadi secara masif dan luas? Mengapa pula para pemilik kapling tersebut bisa mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas laut? Padahal Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan larangan terhadap hal tersebut.

Pemagaran itu juga dinilai oleh banyak pihak merugikan warga nelayan dan mengancam ekosistem. Bagi nelayan, ruang tangkap ikan menjadi terbatas dan menambah jarak tempuh pelayaran. Belum lagi risiko kapal rusak karena menabrak pagar bambu.

Secara lingkungan, menurut Walhi, konstruksi pagar bambu di Laut Pantura tidak bermanfaat untuk mencegah abrasi laut sebagaimana klaim sebagian orang. Malah pagar-pagar itu dapat mengakibatkan sejumlah kerusakan alam, seperti menghambat laju arus laut, memicu kekeruhan air laut, juga dapat menimbulkan penumpukan sedimen akibat terhalang pagar bambu yang menancap di pasir.

Rakyat mengkhawatirkan ada permufakatan jahat pejabat dengan para pengusaha. Akibatnya, terjadi pembiaran proses pemagaran, bahkan sampai terbitnya HGB dan SHM atas kawasan laut tersebut. Anehnya, sampai hari ini tak ada instansi atau pejabat terkait yang menyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Rakyat juga khawatir jika kejadian seperti ini meluas dengan mengatasnamakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Faktanya, PSN banyak memicu konflik agraria atau pertanahan. Konsorsium Perbaruan Agraria (KPA) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2024, pembangunan infrastruktur menjadi penyebab nomor dua konflik agraria pada tahun 2024. Dari total 79 kasus agraria bidang infrastruktur, 36 di antaranya disebabkan oleh pengadaan tanah untuk PSN. Ini mencakup PSN kawasan industri, kawasan kota baru, fasilitas umum, kawasan pariwisata atau infrastruktur, pembangkit listrik, Ibu Kota Nusantara (IKN), bendungan, hingga bandara.

*Islam Melindungi Hak Milik*

Salah satu penyebab konflik lahan, termasuk kawasan perairan, di negeri ini adalah karena ketidakjelasan perlindungan terhadap kepemilikan lahan. Akibatnya, kerap terjadi kasus penyerobotan lahan warga; baik oleh warga lainnya, oleh perusahaan, ataupun oleh negara.

Sementara itu, hukum Islam sedari awal telah mengklasifikan kepemilikan lahan dengan jelas, yakni: milik pribadi, milik umum dan milik negara. Islam pun memberikan perlindungan atas kepemilikan lahan ini. Perlindungan atas hak milik ini pernah disampaikan oleh Nabi saw. saat Khutbah Wada di Padang Arafah. Sabda beliau:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا، فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا

Sungguh darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian itu haram atas kalian seperti haramnya hari ini, bulan ini dan negeri ini (HR al-Bukhari dan Muslim).

Pesan Rasulullah saw. di atas berlaku untuk semua macam kepemilikan; milik pribadi, milik umum maupun milik negara. Siapapun diharamkan merampas hak milik pihak lain.

Negara pun haram merampas lahan milik rakyat/perorangan walaupun dengan dalih untuk pembangunan. Negara wajib memberikan kompensasi atau membeli lahan warga dengan cara yang diridhai oleh pemilik lahan. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian secara batil, kecuali dengan jalan perniagaan atas dasar keridhaan di antara kalian (TQS an-Nisa’ [4]: 29).

Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang termasuk dalam cakupan ayat ini adalah tindakan mengambil harta dengan cara perampasan (ghasab), pencurian, perjudian dan penghasilan yang buruk (As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân, 1/175).

Syariah Islam menetapkan kawasan laut sebagai milik umum sehingga tidak boleh dikuasai oleh perorangan atau perusahaan swasta. Laut adalah area yang dibutuhkan oleh banyak orang seperti untuk mencari hasil laut, pelayaran untuk kapal penumpang dan kapal perdagangan, dsb. Dengan demikian laut termasuk ke dalam hadis yang disampaikan oleh Nabi saw.:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram.” Abu Sa’id berkata: “Yang dimaksud adalah air yang mengalir.” (HR Ibnu Majah).

Membatasi hak masyarakat untuk memanfaatkan kawasan laut, seperti dengan pemagaran, adalah kezaliman. Negara jelas tidak boleh mengeluarkan izin eksklusif bagi segelintir orang atau perusahaan swasta untuk menguasai sebagian kawasan laut. Sebabnya, hal itu akan menyebabkan akses masyarakat untuk memanfaatkan laut menjadi terhalang.

Kawasan yang merupakan milik umum, termasuk kawasan laut, terbuka untuk dimanfaatkan oleh siapa saja. Ini persis sebagaimana Mina yang diizinkan oleh Nabi saw. bagi siapa saja yang datang ke sana untuk menunaikan ibadah haji. Sabda Rasulullah saw.:

مِنَى مُنَاخُ مَنْ سَبَقَ

Mina adalah tempat singgah bagi siapa saja yang datang lebih dulu (HR at-Tirmidzi).

Karena itu pembatasan akses masyarakat terhadap kawasan milik umum, seperti laut, adalah haram. Apalagi jika hal tersebut mengakibatkan kemadaratan atau kerugian bagi masyarakat. Kaum Muslim, apalagi penguasa, berkewajiban untuk mencegah kemadaratan atau kerugian apapun yang menimpa rakyat.

*Bahaya Penguasa Zalim*

Faktor lain yang mengakibatkan konflik lahan, termasuk privatisasi kawasan publik, adalah permufakatan jahat penguasa dengan kaum kapitalis. Para penguasa menjadi pemburu rente. Mereka berkolusi dengan pengusaha jahat untuk keuntungan pribadi. Mereka mengkhianati rakyat mereka sendiri. Padahal Allah SWT telah mengingatkan bahaya dari pengkhianatan ini. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), dan jangan pula kalian mengkhianati amanat-amanat yang telah dipercayakan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahui (TQS al-Anfal [8]: 27).

Sayangnya, pengkhianatan inilah yang kita saksikan di negeri ini. Banyak kebijakan penguasa khianat yang justru menguasakan kepemilikan umum (seperti pertambangan, hutan, kawasan laut, dll) kepada para pengusaha. Bahkan tidak jarang warga diusir dari lahan mereka atau mereka diberi kompensasi yang tidak adil. Padahal Allah SWT telah mengingatkan tentang kerasnya ancaman yang bakal ditimpakan kepada para pelaku kezaliman. Allah SWT berfirman:

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

Jika Allah menghukum manusia karena kezaliman mereka, niscaya tidak akan Dia biarkan satu makhluk melata pun di bumi. Akan tetapi, Allah menangguhkan mereka sampai pada waktu yang telah ditentukan. Lalu saat telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkan atau memajukan waktu tersebut sesaat pun (TQS an-Nahl [16]: 61).

*Islam Menghilangkan Kezaliman*

Wahai kaum Muslim, karut-marutnya persoalan lahan dan penguasaan laut hanyalah gambaran kecil dari rusaknya sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, segelintir orang bisa mendapatkan keistimewaan, sementara rakyat kebanyakan malah dirugikan. Rakyat bahkan tak jarang dirampas kepemilikan lahannya. Begitulah ideologi Kapitalisme memperlakukan manusia.

Sementara itu, Islam menawarkan keadilan dan keamanan. Islam telah menata kepemilikan dengan adil dan seksama yang berasal dari Zat Yang Mahaadil. Islam juga membangun sistem ekonomi berasaskan iman dan takwa yang bertujuan menciptakan keberkahan bagi kaum Muslim.

Islam pun menetapkan para penguasa haruslah orang-orang yang memiliki iman dan takwa. Dengan itu mereka tidak akan pernah mau menerima suap, melakukan kolusi dan korupsi, apalagi mengintimidasi rakyat. Mereka melayani rakyat dengan setulus hati semata-mata hanya mengharap ridha Allah SWT.

Syariah Islam yang agung ini tidak mungkin terwujud dalam sistem kapitalisme yang busuk dan menyengsarakan. Syariah Islam hanya bisa terlaksana dengan sempurna dalam institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah. Inilah amal besar yang harus segera ditunaikan oleh kaum Muslim sebagai kewajiban dari Allah SWT.

 

*Hikmah:*

 

Nabi saw. bersabda:

مَنْ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ.

”Siapa saja yang merampas hak seorang Muslim dengan sumpahnya (yang mengandung kebohongan), maka Allah telah mengharuskan dia masuk ke dalam Neraka Jahanam dan Allah mengharamkan surga bagi dirinya.” Tiba-tiba ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah, “(Ya Rasulullah) meskipun yang dia ambil tersebut hanya perkara yang sedikit (kecil)?” Kata Rasulullah saw., “Ya, meskipun yang ia rampas dari saudaranya itu hanyalah sepotong kayu siwak.” (HR Muslim).

 

Buletin Kaffah Edisi 380 (1 Sya’ban 1446 H/31 Januari 2025 M)

 

Editor: Ahmad Jais Sembiring