JAKARTA | TVNYABURUH.COM — Ketua Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Nusantara (Formalin), Matadi Alias Adong Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Memeriksa Dugaan Korupsi Retribusi Sampah yang melibatkan Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Matadi menegaskan berdasarkan penelusuran dilapangan kami menemukan adanya dugaan korupsi yang melibatkan Dinas LH DKI yang merugikan APBD DKI Jakarta. Yakni:
Dinas LH DKI Jakarta tidak memiliki data induk wajib retribusi sehingga tidak diketahui potensi pendapatan real (nyata) dari pemungutan retribusi pelayanan persampahan.
Adanya perbedaan antara jumlah karcis yang dicetak dengan jumlah karcis yang diporporasi serta karcis yang diserahkan Kepada petugas pemungut retribusi,
Pembayaran Retribusi yang dipungut oleh petugas penagih retribusi baik dari Dinas LH maupun penagih dari UPT pelayanan persampahan kecamatan tidak disetorkan ke kas daerah serta adanya penagih retribusi yang tidak memilki surat tugas resmi,
Ada hasil pemungutan retribusi tidak sepenuhnya disetorkan ke kas daerah namun dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Matadi menyampaikan Bahwa dalam pengelolaan retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta diduga dilaksanakan tidak sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan dimana terdapat objek retribusi yang di pungut namun tidak disetorkan ke APBD dan ini menjadi tanggung jawab kepala dinas LH DKI yang dipimpin Asep Kuswanto.
Ketentuan mengenai retribusi daerah diatur pada tingkat Undang-Undang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pada implementasinya, di DKI Jakarta peraturan ini dilaksanakan melalui Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2015 yang memberikan ketentuan mengenai pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. Pada lampiran II poin F Perda tersebut dijabarkan mengenai tarif distribusi pelayanan kebersihan yang meliputi:
• Pengangkutan sampah perumahan/tempat tinggal: tarif 0 rupiah.
• Pengangkutan sampah toko, warung makan, apotek, bengkel, bioskop, tempat hiburan lainnya, penjahit/konveksi, salon barbershop, panti pijat, bola sodok, binatu, dan lain-lain;
1. Klasifikasi kecil (volume sampah sampai dengan 0,75 meter kubik/bulan): tarif 25.000 rupiah/bulan;
2. Klasifikasi besar (volume sampah lebih dari 0,76 meter kubik/bulan): tarif 30.000 rupiah/bulan;
• Pengangkutan sampah minimum 2,5 m kubik dari Rp 40.000/m kubik lokasi industri, pusat pertokoan/ plaza, perkantoran, pasar swalayan, motel, hotel, Penginapan, taman hiburan/ rekreasi, rumah makan/restoran, perbengkelan, apartemen: tarif 40.000/m kubik;
• Pengangkutan sampah non bahan berbahaya beracun dari rumah sakit, poliklinik dan laboratorium minimum 1,00 meter kubik: tarif 25.000/m kubik;
• Penyediaan sampah dari pasar PD Pasar Jaya dan lokasi pedagang: tarif 20.000/m kubik; dan
• Penyediaan tempat pembuangan/pemusnahan akhir sampah (TPA sampah): tarif 25.000/m kubik.
Pengenaan tarif tersebut pada dasarnya telah mengakomodasi sebagian besar proses pengelolaan sampah melalui fasilitas tempat pembuangan dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya. Meski begitu, dalam Perda tersebut belum seluruh proses pengangkutan dikenakan tarif retribusi seperti pengangkutan sampah perumahan/rumah tinggal.
Matadi menegaskan adanya dugaan mafia sampah yang melibatkan Dinas LH DKI Jakarta. Pasalnya, retribusi dan pajak persampahan Ibu Kota masuk ke pundi-pundi oknum tertentu hingga anjloknya Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta.
Keberadaan Boks sampah (garbage bin) milik Dinas Lingkungan Hidup yang ditempatkan di kawasan komersil diduga menjadi cara oknum tertentu memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan DKI Jakarta akibat tidak masuknya retribusi ke Kas Daerah.
Pengumpulan dan pengangkutan sampah dari masyarakat merupakan tanggungjawab penuh Dinas Lingkungan Hidup DKI. Tapi untuk pelaku usaha maupun kawasan komersil merupakan tanggungjawab pelaku usaha atau pengelola kawasan dengan menggandeng pihak ketiga yang terdaftar secara resmi.
Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3/2013 tentang Pengelolaan Sampah.
Pasal 30: “(1) Pengumpulan sampah kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b, dari tempat pemilahan sampah ke TPS dan/atau TPS 3R kawasan menjadi kewajiban penanggung Jawab dan/atau pengelola kawasan bersangkutan dan dapat dikerjasamakan dengan badan usaha di bidang kebersihan”.
Pasal 36: “(1) Pengangkutan sampah kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b, dari tempat pemilahan sampah ke TPS dan/atau TPS 3R kawasan menjadi kewajiban penanggung jawab dan/atau pengelola kawasan dan dapat dikerjasamakan dengan badan usaha di bidang kebersihan”.
Matadi mendesak Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta harus transparan, apa dasar aturannya hingga sampah tempat usaha dan kawasan komersil menjadi tanggungjawab DKI? Kalau memang ada dasarnya buka saja, agar masyarakat tercerahkan.
Laporan: Hilman