Site icon Tvnya Buruh

Pelajaran Berharga Dari Peristiwa Isra Mi’raj

 

TVNYABURUH.COM | Salah satu peristiwa penting dan bersejarah yang terjadi pada Bulan Rajab adalah Isra Mi’raj Rasulullah Muhammad saw., sebuah perjalanan yang penuh berkah. Isra Mi’raj adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. dari Allah SWT untuk membuktikan kebenaran kerasulan beliau. Peristiwa Isra Mi’raj diabadikan Allah di dalam firman-Nya:

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

Mahasuci Allah Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepada dia sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sungguh Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (TQS al-Isra’ [17]: 1).

Dalam peristiwa Isra, kepada Rasulullah saw. diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT saat berada di antara langit dan bumi hingga tiba di Baitul Maqdis. Setelah tiba di Baitul Maqdis, Rasulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim al-Khalil, Nabi Musa as. dan Nabi Isa as. yang berada di tengah-tengah jamaah para nabi yang telah berkumpul untuk menyambut beliau. Para nabi dan rasul itu melaksanakan shalat berjamaah dan Rasulullah Muhammad saw. sebagai imamnya (HR al-Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah ra.).

Berikutnya, dalam peristiwa Mi’raj, Rasulullah saw. mendapatkan perintah shalat lima waktu langsung dari Allah SWT (Lihat; HR al-Bukhari, hadis nomor 3598).

*Pelajaran Penting dari Isra Mi’raj*

Ada beberapa pelajaran penting dari Peristiwa Isra Mi’raj. Di antaranya: Pertama, aspek ketaatan. Ini tercermin dari perintah shalat lima waktu. Shalat adalah kewajiban seorang Muslim kepada Allah SWT yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan. Shalat menjadi pembeda seorang Mukmin dengan orang kafir. Allah SWT berfirman:

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Dirikanlah oleh kalian shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah kalian bersama orang-orang yang rukuk (TQS al-Baqarah [2]: 43).

Rasulullah saw. juga bersabda:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

Sungguh pembeda seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat (HR Muslim).

Karena itu dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ كَفَرَ

Siapa saja yang meninggalkan shalat maka dia telah kafir (HR Ibnu Hibban).

Dengan dasar ketaatan dan ketundukan kepada perintah Allah SWT, shalat menjadi wasilah yang bisa mencegah pelakunya dari berbagai bentuk kemungkaran. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ

Dirikanlah shalat. Sungguh shalat itu mencegah (kamu) dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar (TQS al-Ankabut [29]: 45).

Berkaitan dengan ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa siapa saja yang menjaga shalatnya maka shalat itu akan menjadi pencegah bagi dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Artinya, mendirikan shalat mengharuskan seseorang untuk menjauhi perbuatan tersebut (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 6/277).

Masih terkait ayat di atas, Syaikh as-Sa‘di juga menyatakan bahwa dalam shalat terdapat zikir kepada Allah SWT dan kekhusyukan. Inilah yang menjadikan hati senantiasa merasa diawasi oleh Allah sehingga menjadi penghalang antara hamba dan maksiat (As-Sa’adi, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Manân, hlm. 657).

Dengan demikian seorang Muslim yang biasa melakukan shalat lima waktu dengan penuh kedisiplinan, kekhusyukan, ketaatan, kepasrahan dan ketundukan kepada Allah SWT sejatinya akan terjauhkan dari ragam kemaksiatan. Dia, misalnya, tidak akan mencuri, berzina, terlibat dalam transaksi riba (termasuk pinjol [pinjaman online]), judi (termasuk judol [judi online]), korupsi, menzalimi rakyat, dll. Jika pada faktanya dia tetap melakukan ragam kemaksiatan tersebut, padahal ia tetap menjalankan shalat lima waktu, maka jelas kualitas shalatnya perlu dipertanyakan. Shalat orang yang semacam ini tak akan menyelamatkan dirinya dari azab di akhirat.

Kedua: Aspek politik. Dalam Isra Mi’raj diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah dengan dengan memperjalankan Nabi Muhammad saw. melewati negeri-negeri yang kelak jadi bagian kekuasaan Islam di bawah kepemimpinan beliau. Sebelumnya, kepemimpinan dunia hingga terjadi peristiwa Isra Mi’raj berada di tangan Bani Israil.

Dalam peristiwa ira’ Mi’raj, tampilnya Rasulullah saw. sebagai imam shalat para nabi di Baitul Maqdis, juga pengakuan para nabi atas hal itu, menjadi isyarat atas perubahan politik yang mendasar, yakni peralihan kepemimpinan dari Bani Israil kepada Rasulullah Muhammad saw. dan umat beliau. Beliau bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra.:

وَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي جَمَاعَةٍ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ، فَحَانَت الصَّلاَةُ فَأَمَّمْتُهُمْ

Sungguh aku melihat diriku berada di tengah-tengah segolongan para nabi. Kemudian datanglah waktu shalat. Lalu aku menjadi imam mereka (HR Muslim).

Peristiwa menakjubkan ini, yakni para nabi dihadirkan dan Rasulullah Muhammad saw. dijadikan sebagai imam mereka, menjadi penegasan yang sangat kuat bahwa beliau adalah pemimpin para nabi; risalah beliau adalah risalah penutup; dan umat beliau adalah pengemban risalah para nabi (tauhid) kepada seluruh umat manusia. Artinya, ini menegaskan tentang kepemimpinan Rasulullah saw. dan umat beliau. Tentu tiada jalan keselamatan bagi umat manusia kecuali di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. dan umat beliau (umat Islam).

Perubahan kepemimpinan dunia ini terbukti dalam sejarah. Kira-kira setahun setelah peristiwa Isra Mi’raj, Rasulullah saw. diperintahkan oleh Allah SWT untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah. Beliau lalu mendirikan Daulah Islam (Negara Islam) dengan landasan ideologi dan sistem yang kuat, akurat dan sejalan dengan fitrah manusia. Itulah ideologi Islam yang mengantarkan umat manusia pada kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Negara Islam Madinah juga dikelola oleh tangan-tangan yang bersih, terpercaya dan tulus ikhlas untuk menjalankan sistem ini.

Negara Islam ini kemudian memperluas kekuasaannya, yang awalnya hanya di Madinah, ke seluruh Jazirah Arab. Bahkan setelah era kepemimpinan Rasulullah saw., yakni era Khulafaur Rasyidin, jangkauan kekuasaan Islam (Khilafah Islam) telah meliputi seluruh Jazirah Arab dan kawasan Timur Tengah, termasuk Syam (termasuk di dalamnya Palestina dengan Baitul Maqdis-nya). Syam sebelumnya berada dalam kekuasaan Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur).

Sebagaimana diketahui, Baitul Maqdis di Palestina, termasuk Gaza di dalamnya, adalah negeri yang diberkahi oleh Allah SWT. Palestina dulunya adalah bagian dari negeri Syam. Syam adalah negeri yang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Islam (Khilafah Islam) pada masa lalu sejak dibebaskan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Syam pun insya Allah SWT akan menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Islam (Khilafah Islam) pada masa yang akan datang. Ini karena Rasulullah saw. pernah bersabda:

إِنَّ اللهَ زَوَىْ لِي اْلأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا، وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا

Sungguh Allah telah melipat (menghimpun) bumi ini untuk diriku. Lalu aku dapat melihat bagian-bagian timur dan bagian-bagian baratnya. Sungguh kekuasaan umatku akan mencapai wilayah yang dilipatkan (dihimpunkan) kepadaku (HR Muslim).

Karena itu, umat Islam di seluruh dunia wajib untuk peduli dan berjuang terus demi membebaskan Palestina sebagai bagian dari negeri Syam dari cengkeraman Yahudi dan para anteknya. Caranya adalah dengan terus berjuang secara istiqamah untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Hanya Khilafahlah yang bakal mampu membebaskan Palestina dari penjajahan entitas Yahudi dengan jihad fi sabilillah, sebagaimana dulu pun Khilafah yang membebaskan Palestina (Syam) untuk pertama kalinya dari kekuasaan Kekaisaran Bizantium. Khilafah pula yang sekaligus bakal mengusir kaum Yahudi dari tanah Palestina.

 

*Hikmah*

 

Allah SWT berfirman:

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih di antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia akan benar-benar meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah Dia ridhai; dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah mereka sebelumnya berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang (tetap) kafir setelah (janji) itu, mereka itulah kaum yang fasik. (TQS an-Nur [24]: 55).

 

Buletin Kaffah Edisi 379 (24 Rajab 1446 H/24 Januari 2025 M)

 

 

 

Editor: Ahmad Jais Sembiring

Exit mobile version