JAKARTA | Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) terbukti mempermudah perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini bertentangan dengan tujuan awalnya untuk menciptakan lapangan kerja.
Said Iqbal mengungkit PHK massal buruh tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun ini. Sepanjang Januari sampai Mei 2024, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat ada 15.000 buruh terkena PHK. Saat itu terjadi, Said Iqbal mengatakan UU Cipta Kerja tak bisa berbuat apa-apa.
Menurut Said, alih-alih melindungi hak-hak pekerja, undang-undang sapu jagat justru membuat perusahaan kini lebih mudah mem-PHK karyawan mereka. Sebab, perusahaan tak perlu lagi menunggu putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk melakukan PHK. “Pokoknya PHK dulu,” kata dia saat dikurip dari Tempo, Kamis, 25 Juli 2024.
Bila buruh tak setuju dengan PHK, baru perusahaan mempersilakan mereka membawa permasalahan ini ke PHI. Padahal sebelum ada UU Cipta Kerja, Said Iqbal mengatakan perusahaan harus berunding dulu dengan serikat atau perwakilan buruh. “Jangan ujuk-ujuk dibawa ke PHI,” kata dia.
Dengan UU Cipta kerja, perusahaan kini bisa melakukan PHK melalui pesan WhatsApp dan memo. Said Iqbal mengatakan hal ini terjadi sebuah pabrik permen dan biskuit di Pasuruan dan permintalan benang di Cimahi. Dia mengibaratkan proses PHK melalui aplikasi perpesanan mirip dengan kasus perceraian.
Partai Buruh/Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan sejumlah elemen buruh kini tengah melayangkan gugatan uji materiil terhadap UU Cipta Kerja. Gugatan mereka ajukan pada 1 Desember 2024 setelah uji formil terhadap UU Cipta Kerja dua bulan sebelumnya ditolak oleh hakim konstitusi pimpinan Suhartoyo.
Dalam permohonan kali ini, para pemohon menggugat tujuh poin dalam UU Cipta Kerja. Poin-poin itu yakni upah murah, outsourcing atau alih daya seumur hidup, pesangon kecil, karyawan kontrak tanpa periode, maraknya tenaga kerja asing, kemudahan PHK, dan ketidakpastian upah cuti haid atau melahirkan.
#Redaksi