JAKARTA | TVNYABURUH, – Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema Penerapan KRIS BPJS Kesehatan berlangsung, adapun pemateri yang dihadirkan adalah dari beberapa unsur (10/06/2024).
FGD yang dimoderatori oleh Syarifah Soraya, dan diisi materi oleh Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kementrian Kesehatan, Yuli Astute Saripawan, Ketua DJSN, Agus Suprapto, Praktisi Jaminan Sosial, Hasbullah Thabrany, Deputi kebijakan Penjaminan BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani , YKLI (Ketua Harian), Unsur Serikat Pekerja, Riden Hatam Aziz (Presiden Fspmi) dan , (foto : dari kiri ke kanan)
Dimulai dari moderator yang mengatakan
“Penetapan Kelas Rawat Inap Standar, baik atau buruk?”
Direktur pelayanan, Kemenkes menyampaikan bahwa KRIS ini bukan tiba-tiba, melainkan merupakan amanah dari regulasi.
“Sejak UU No.40/2004 tentang Jaminan Sosial, sampai pada Perpres 59/2024, tentunya ini masih evaluasi dan relaksasi tentang kesiapan rumah sakit sedang dilakukan. Yang mana KRIS ini akan di terapkan 30 Juni 2025. Dan manfaat, tarif, iuran paling lambat ditetapkan 01 Juli 2025.”
Ia mengatakan juga terkait proses penghitungan tarif akan dilakukan, ini masih dalam kajian bersama Menteri Keuangan dan Komisi IX DPR RI.
“Dari data total 3.176 rumah sakit se-Indonesia yang sudah di lakukan sosialisasi dan pengisian kesiapan KRIS sebanyak 3.057 Rumah Sakit, data per-20 Mei 2024.”
Dari pengisian survey by online tersebut, sebanyak 1.053 rumah sakit yang sudah tervalidasi memenuhi 12 kriteria yang ditentukan (validasi bersama dinkes, monitoring dan evaluasi).”
Ada 12 kriteria yang dimaksud adalah (sesuai pasal 46A ayat (1) Perpres 59/2024) :
a. Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi
b. Ventilasi udara
c. Pencahayaan ruangan
d. Kelengkapan tempat tidur
e. Nakas per tempat tidur
f. Temperatur ruangan
g. Ruang rawat berdasar jenis kelamin
h. Kepadatan ruan rawat dan kualitas tempat tidur
i. Tirai atau partisi tempat tidur
j. Kamar mandi di dalam ruangan
k. Kamar mandi yang memiliki memenuhi standar aksebilitas.
l. Outlet oksigen
“Proses yang harus dilakukan bersama, prioritas untuk meningkatkan fasilitas dan pelayanan.” Ungkapnya.
Riden Hatam Aziz dalam hal ini memberikan catatan terhadap KRIS.
“Catatan kritis terhadap KRIS, pertama dari iuran, lalu kemudian layanan,
Yang terjadi di lapangan adalah keluhan pelayanan selama ini seperti tidak ada kamar. Jika distandarkan, konsekuensi yang ada berharap ada efek domino, karena dari data kesiapan banyak bersinggungan dengan RS Swasta. Pointnya standarisasi KRIS ini terhadap pada pelayanan.” Jelasnya
Sekali lagi terhadap tarif dan iuran, masih dalam tahap proses kajian dari kementrian keuangan, DJSN, dan pemangku kebijakan terkait yang nantinya di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan.