TVNYABURUH.COM | Donald Trump, dari Partai Republik, akhirnya tampil sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden di Amerika Serikat (AS). Dia mengalahkan pesaingnya, Kamala Harris, dari Partai Demokrat. Trump yang berpasangan dengan JD Vance meraih 277 suara elektoral. Raihan suara ini jauh meninggalkan Kamala Harris yang hanya mendapat 223 suara elektoral. Kemenangan ini mengantarkan Trump ke kursi Presiden AS untuk kedua kalinya. Dia menjadi Presiden Amerika Serikat ke-47.
Kemenangan Trump atas Kamala Harris disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya kondisi pemerintahan AS di bawah Joe Biden dari Partai Demokrat yang buruk. Selain persoalan ekonomi yang membebani rakyat AS dan perlintasan imigrasi yang semakin tinggi, pemerintahan Biden juga memancing kemarahan publik dengan tetap mendukung Zionis Yahudi yang melakukan genosida di Gaza dan serangan ke Libanon, Suriah dan Yaman.
Poin terakhir itu berkali-kali diangkat oleh Donald Trump. Tentu untuk menjatuhkan pesaingnya dan meraih simpati suara pemilih Muslim. Demi meraih simpati warga Muslim dan Arab, Trump berjanji akan menghentikan peperangan. “Kita akan memulihkan perdamaian, stabilitas dan harmoni di seluruh dunia,” kata Trump, dilansir Kantor Berita AFP (19/7/2024). Dia juga sesumbar bisa menghentikan peperangan hanya dengan panggilan telepon. Hasilnya, perolehan suara dari pemilih Muslim untuk Trump meningkat pesat.
Kemenangan Trump pun disambut ucapan selamat oleh sejumlah penguasa Muslim. Di antaranya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pemimpin Afghanistan, termasuk Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Dalam akun X miliknya, Kepala Negara RI menuliskan, “Saya berharap dapat bekerjasama erat dengan Anda dan pemerintahan Anda untuk lebih meningkatkan kemitraan ini dan demi perdamaian dan stabilitas global.”
AS Pelindung Zionis
Pada faktanya, pemerintah Amerika Serikat, baik dipimpin oleh presiden dari Partai Demokrat ataupun dari Partai Republik, tidak pernah melepaskan dukungan mereka kepada Zionis Yahudi. Bahkan membela eksistensi negara Zionis adalah salah satu kebijakan politik AS, siapapun presidennya. Hal itu disebabkan dua hal: Pertama, para pejabat dan politisi AS tunduk pada gelontoran dana dan lobi politik dari berbagai organisasi Yahudi seperti American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), Conference of Presidents of Major American Jewish Organizations (CoP), Anti-Defamation League, Christians Zionist Group dan berbagai media seperti Weekly Standard dan New Republic.
Jumlah warga Yahudi di AS memang hanya dua persen dari total penduduk AS. Namun, mereka begitu berpengaruh. Seorang profesor dari University of Chicago, Benjamin Ginsberg, menyebutkan bahwa sejak tahun 1960-an Yahudi mulai berperan di sektor ekonomi, budaya, pendidikan dan politik Amerika. Hampir setengah dari miliarder AS adalah Yahudi. Direktur eksekutif dari tiga jaringan televisi dan empat studio film besar di AS adalah Yahudi. Pemilik jaringan koran terbesar di negara ini juga adalah Yahudi. Ginsberg juga menyebutkan bahwa 25 persen dari jurnalis dan penerbit elit, lebih dari 17 persen dari pemimpin organisasi publik penting dan lebih dari 15 persen pejabat tinggi negara adalah Yahudi. Karena itu siapapun yang duduk di Gedung Putih harus mendukung kepentingan negara Zionis Yahudi.
Kedua, AS membela terus negara Zionis Yahudi untuk mewujudkan berbagai kepentingannya. Di antaranya kepentingan AS terhadap minyak bumi di Timur Tengah. Lalu kepentingan AS untuk mengendalikan negara-negara Arab. AS juga membutuhkan negara Zionis Yahudi untuk menghadapi kelompok-kelompok Islam yang dinilai sebagai ancaman bagi AS. Karena itulah AS merestui tindakan genosida Zionis Yahudi terhadap warga Gaza serta serangan bom ke Libanon, Suriah dan Yaman. Alasannya, demi memusnahkan kelompok radikal dan teroris.
Trump Sama Saja
Donald Trump pada hakikatnya tidak berbeda dengan para presiden dan politisi AS pada umumnya. Mereka tetap menempatkan Islam sebagai ancaman. Pemerintah AS hanya mau bekerjasama dengan negara-negara dan kelompok Islam yang berpaham moderat, yakni bersedia mengikuti ideologi sekularisme-kapitalisme mereka; seperti menerima pluralisme, demokrasi, HAM, hak-hak kaum LGBT serta mengakui negara Zionis.
Kelompok-kelompok Islam yang menolak paham-paham tersebut, apalagi yang bertujuan memperjuangkan Islam, dikategorikan sebagai kelompok radikal yang mengancam kepentingan AS. Bahkan gerakan perjuangan pembebasan Palestina seperti Hamas pun sudah sejak lama dikategorikan oleh Pemerintah AS sebagai kelompok teroris.
Donald Trump mempunyai jejak rekam yang buruk. Dia berkali-kali membuat kebijakan anti Islam. Pada tahun 2017, Trump menerapkan kebijakan ”Muslim Ban”. Kebijakan ini membatasi masuknya warga dari beberapa negara mayoritas Muslim. Alasan yang disampaikan adalah untuk keamanan nasional, khususnya dalam mencegah terorisme.
Donald Trump juga berjanji akan memberlakukan kembali larangan masuk Amerika Serikat (AS) bagi sejumlah negara Muslim jika ia terpilih kembali. Hal itu dia sampaikan saat berpidato di acara konvensi Yahudi Partai Republik pada tahun lalu. “Kami akan mengusir teroris Islam radikal dari negara kami,” kata Trump.
Sama seperti pendahulunya, Trump juga membela negara Zionis. Pada Desember 2017, Trump mengumumkan keputusan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei 2018. Trump juga mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Dia juga mendorong pelabelan produk dari permukiman ilegal di Tepi Barat sebagai “Made in Israel.”
Pada 2020, pemerintahan Trump mengungkapkan rencana perdamaian “Peace to Prosperity”, yang dikenal sebagai “Deal of The Century”. Dalam rencana tersebut Zionis Yahudi diizinkan untuk mencaplok sebagian besar Tepi Barat dan Yerusalem dijadikan sebagai ibukota Israel yang tidak terbagi.
Bahkan ketika Trump menjadi presiden pada tahun 2017, Islamfobia meningkat pesat di AS. Sebuah kelompok advokasi Muslim dan hak asasi manusia Council on American-Islamic Relations (CAIR) melaporkan kejahatan karena Islamofobia di AS meningkat sampai 91 persen pada paruh pertama tahun 2017.
Haram Berharap pada Penguasa Kafir
Kaum Muslim seharusnya jangan lupa bahwa Allah SWT telah mengingatkan tentang keharaman dan bahaya memberikan loyalitas pada kaum kafir. Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin kalian. Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain (TQS al-Maidah [5]: 51).
Tentu merupakan kejahilan jika kaum Muslim menaruh harapan dan kepercayaan pada negara-negara Barat kafir penjajah seperti AS yang begitu vulgar memusuhi umat Islam. Mereka telah banyak menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi kaum Muslim. AS, misalnya, mendukung penuh negara Zionis dalam genosida di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 43 ribu warga sipil, yang mayoritasnya adalah wanita dan anak-anak. Dengan dukungan AS, Zionis Yahudi menjatuhkan 85.000 ton bom di Gaza sejak Oktober 2023. Ini setara dengan 5,6 kali lipat bom atom yang dijatuhkan oleh AS di Hiroshima.
Karena itu umat Islam sedunia harus menempatkan negara-negara kafir penjajah seperti Amerika Serikat sebagai negara yang tidak akan berhenti menimpakan derita kepada umat. Mahabenar Allah Yang berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan teman kepercayaan kalian dari kalangan orang-orang selain kalian. Mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemadaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, sementara apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika saja kalian berpikir (TQS Ali Imran [3]: 118).
Kaum Muslim Wajib Mandiri
Kaum Muslim semestinya membangun kekuatan sendiri untuk menyelesaikan urusan mereka. Tidak bergantung pada negara-negara kafir penjajah seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Rusia ataupun RRC. Umat Islam sedunia akan menjadi kekuatan adidaya jika bersatu dan menyatukan seluruh potensi yang mereka miliki. Jumlah mereka hampir 2 miliar. Sumberdaya alam mereka luar biasa berlimpah. Potensi geopolitik dan geostrategis mereka sangat menguntungkan. Kekuatan militer mereka juga sangat besar.
Namun demikian, semua potensi dan kekuatan itu tidak ada artinya saat umat tidak memiliki political will untuk bersatu dan membangun kekuatan adidaya. Potensi dan kekuatan yang luar biasa itu hanya akan seperti buih-buih di lautan yang segera lenyap ditelan gelombang. Juga tidak ada artinya potensi dan kekuatan Dunia Islam yang sangat besar itu jika kaum Muslim masih dipimpin oleh para penguasa yang masih mau menjadi budak negara-negara kafir penjajah.
Karena itu umat Islam sedunia harus sudah mulai bergerak untuk bersatu dalam ukhuwah islamiyah. Mereka harus segera menghapuskan sekat kebangsaan, tapal batas dan kepentingan sektoral. Semuanya wajib disatukan dalam ukhuwah islamiyah dalam naungan sistem pemerintahan Islam global, yakni Khilafah Islamiyah. Inilah satu-satunya institusi yang sah menurut syariah sebagai wadah persatuan umat Islam sedunia. Institusi ini pula yang akan menjadi adidaya pelindung umat dari berbagai tikaman negara-negara kafir penjajah Barat maupun Timur. Hanya dengan itulah umat Islam akan meraih kembali posisinya sebagai umat terbaik (khayru ummah).
Hikmah:
Nabi Muhammad saw. bersabda:
لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
Tidak selayaknya seorang Mukmin dipatuk ular dari lubang yang sama sebanyak dua kali. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Buletin Kaffah No. 369 (13 Jumada al-Ula 1446 H/15 November 2024)
Editor: Ahmad Jais