Nani Kusmaini : Stop Diskriminasi, Perempuan Juga Tulang Punggung Keluarga

banner 120x600

JAKARTA | Tvnyaburuh.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Perkebunan dan Kehutanan Federasi Serikat Pekerja Metal Indoneaia (PP SPPK FSPMI) Nani Kusmaini, aktivis buruh perempuan (50) dari Bekasi, Jawa Barat ini getol menyuarakan hak-hak buruh khususnya buruh perempuan, Ia mengatakan “tidak semua perempuan tanggung jawab suami” hal ini disampaikan pada keterangan tertulisnya kepada Tvnyaburuh.com. Sabtu (25/4/2021).

Perempuan kata Nani, masuk dunia Industri dipengaruhi beberapa faktor diantaranya, peluang lapangan kerja lebih memungkinkan khususnya di sektor padat karya, kondisi ekonomi dan lain sebagainya.Tidak sedikit perempuan masuk dunia Industri, dan tidak bisa kita pungkiri realita yg ada, paradigma perempuan/istri menjadi tanggung jawab suami hanya sebuah keharusan.

“faktanya saat ini tidak sedikit perempuan menjadi tulang punggung keluarga, bisa jadi karena, suami di PHK, pekerja informal dengan pendapatan tidak tetap, suami meninggal, bercerai dan lain lain” ungkap Nani.

Sehingga kata Nani, posisi perempuan menjadi tulang punggung keluarga tidak bisa dihindari. Lantas bagaimana kalau diskriminasi setatus sosial perempuan menikah dianggap lajang kita biarkan dalam hubungan ketenagakerjaan, bukan hanya kaum perempuan saja yang mengalami dampaknya tapi juga keluarga. 

“Dalam keluarga ada Perempuan dan laki-laki, diskriminasi bukan hanya berdampak pada pendapatan ekonomi saja, akan tetapi bisa jadi berdampak pada tenaga dan pisikis pekerja perempuan” terang Nani.

Maka diskriminasi juga secara tidak langsung bisa bèrpengaruh terhadap kekerasan. Diskriminasi bisa juga berdampak pada kekerasan berbasis Gender.

Perempuan tanggung jawab suami.

“Dalam UU ketenagakerjaan tidak ada istilah perempuan menikah dianggap lajang, tapi realitanya dalam dunia Induatri perempuan menikah dianggap lajang” Lanjut Nani.

Lebih lanjut Nani, mengaitkan tentang hak dan kewajiban atara pekerja dengan setatus lanjang dan menikah pasti berbeda,  hak pekerja menikah ; dapat menanggung keluarga ( anak, ìstri), mendapat tunjangan keluarga dan lainya terkait dengan setatus menikah.

“Sedang kewajiban pekerja menikah adalah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) lebih tinggi, sehingga kewajiban pajaknya lebih rendah” Ujar Nani.

Kemudian untuk hal pekerja lajang : dapat menanggung dengan persyaratan, tidak mendapatkan tunjangan keluarga, PTKP lebih rendah, sehingga kewajiban pajaknya lebih tinggi. Ketika kita bicara tentang upah jelas sangat berbeda karena upah di pengaruhi oleh, upah pokok, tunjangan tunjangan, PTKP dan lain lain.

“Ok, upah pokok sama antara pekerja lajang dan menikah tapi berbeda pada tunjangan dan nilai wajib pajak, jadi ketika bicara take home pay (uang yang  dibawa pulang ke rumah) antara pekerja lajang dengan pekerja menikah pasti berbeda” ujarnya.

Masih Kata Nani, Itu artinya upah yang diterima pekerja perempuan yang sudah menikah dengan pekerja laki laki yang sudah menikah akan berbeda, karena Perempuan yang sudah menikah dianggap lajang, berbeda dengan laki laki yang sudah menikah dengan setatusnya menjadi menikah. Nani menegaskan pelaksanaan Konvensi ILO No. 100 tentang upah yang sama untuk jenis pekerjaan yang sama nilainya tidak akan terealisasi.

” Untuk itu mari adil sejak dalam pikiran, Stop Diskriminasi terhadap pekerja Perempuan” pungkasnya.

#Ist